Jumat, 26 April 2013





Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (shalat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’alah: 
Allahumma inniy astakhiiruka bi ‘ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min fadhlikal ‘azhim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa ta’lamu wa laa ‘Abdullah’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allahumma in kunta ta’lamu anna haadzal amru khairul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” atau; ‘Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy wa yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta ta’lamu anna haadzal amru syarrul liy fiy diiniy wa ma’aasyiy wa ‘aaqibati amriy” aw qaola; fiy ‘aajili amriy wa aajilihi fashrifhu ‘anniy washrifniy ‘anhu waqdurliyl khaira haitsu kaana tsummar dhiniy.”
(Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu”. Beliau bersabda: “Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu”. (HR. Al-Bukhari no. 1162)
Cara menyebutkan urusannya misalnya: Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa safar ini atau pernikahan ini atau usaha ini atau mobil ini baik bagiku …,

Waktu dan Tempat Menghafal Ilmu

Seseorang hendaknya membagi waktu siang dan malamnya. Semestinya dia
memanfaatkan sisa umurnya, karena sisa umur seseorang tidak ternilai
harganya.

Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur.

... Waktu terbaik untuk membahas/meneliti (suatu permasalahan) adalah di
awal pagi.

Waktu terbaik untuk menulis adalah di tengah siang.

Waktu terbaik untuk menelaah dan mengulang (pelajaran) adalah malam
hari.



Al-Khathib rahimahullahu berkata: “Waktu terbaik untuk menghafal adalah
waktu sahur, setelah itu pertengahan siang, kemudian waktu pagi.”

Beliau berkata lagi: “Menghafal di malam hari lebih bermanfaat daripada
di siang hari, dan menghafal ketika lapar lebih bermanfaat daripada
menghafal dalam keadaan kenyang.”

Beliau juga berkata: “Tempat terbaik untuk menghafal adalah di dalam
kamar, dan setiap tempat yang jauh dari hal-hal yang melalaikan.”

Beliau menyatakan pula: “Tidaklah terpuji untuk menghafal di hadapan
tetumbuhan, yang menghijau, atau di sungai, atau di tengah jalan, di
tempat yang gaduh, karena hal-hal itu umumnya akan menghalangi
kosongnya hati.”



(Diambil dari Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal
Muta’allim, karya Al-Qadhi Ibrahim bin Abil Fadhl ibnu Jamaah Al-Kinani
rahimahullahu, hal. 72-73, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah)



Sumber:
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=875

http://darussalaf.or.id/stories.php?id=1641

Mata adalah Utusan Hati

MATA ADALAH UTUSAN HATI

[Transkrip Faidah Ustadz Muhammad As-Sewed hafizhahullah]




Yang namanya manusia, suka untuk melihat gambar-gambar yang bagus, melihat wanita-wanita yang cantik. Tetapi ketika dia tahan karena itu haram, dia akan diberi oleh Allah yang lebih baik.

Allah subhanahu wata’ala telah mengindahkan kepada manusia, kesukaan secara syahwat kepada perempuan. Laki-laki senang pada perempuan itu wajar. Berarti masalahnya adalah halal atau haram? Kalau yang namanya seorang laki-laki senang melihat perempuan itu sudah memang Allah ciptakan demikian. Kalau dikatakan sudah dijadikan seperti itu syahwat, maka dikendalikan kepada yang halal dan JANGAN DILEPAS KEPADA YANG HARAM.

Sesungguhnya nafsu akan selalu mengajak kepada yang jelek. Yaitu nafsul ammarah bis suu', nafsu yang mengajak kepada kejelekan-kejelekan. Akan selalu punya hasrat, punya keinginan untuk melihat gambar-gambar yang bagus, gambar-gambar yang indah.

Dan yang namanya mata adalah utusan hati. Mata itu diutus oleh hati. Hati itu yang memerintahkan, ‘lihat saja’. Maka mata mentaati perintah dari rajanya untuk melihat.

Maka utusannyanya adalah mata, ia melihat ke sana ke mari kemudian lapor kepada rajanya aku melihat demikian, demikian, demikian. Digambarkan betapa indahnya betapa bagusnya. Ketika dikhabarkankan keindahannya digambarkan kecantikannya, digambarkan apa yang telah dilihat oleh mata tadi maka hati tadi bergerak, goncang. Karena rindu kepadanya.

Bayangkan..... Akibat dari mata, siapa yang salah? Ya hatinya, karena dalam keadaan ia sakit sehingga dia mengutus matanya, mengumbar pandangannya ke sana ke mari. Maka ketika dilaporkan betapa cantiknya betapa putihnya betapa manisnya, mulai dia mengalami akibatnya. Akibat dari kesalahan pertama dia terjatuh pada kesalahan kedua. Yaitu rindu kepada yang haram, RINDU KEPADA YANG HARAM.

Mengutus utusannya sendiri kemudian dia merasakan akibatnya sendiri. Dan sungguh ,sering kali terjadi yang membikin capek, membikin lelah, membikin payah, justru utusannya sendiri. Kalau tadinya tidak diutus, dia tidak tahu. Kalau tidak tahu, tidak ada perasaan rindu, tidak ada perasaan kepingin, tidak ada perasaan-perasaan yang haram. Tetapi salah sendiri kenapa diutus utusannya yaitu MATANYA UNTUK MEMANDANG KE SANA KE MARI.