Minggu, 08 Januari 2012

Kisah Romantis

Sa’id bin Al-Musayyib beliau termasuk orang tabi’in yang utama dan ulama dikalangan ta’biin. Khalifah Abdul malik bin Marwan mendatanginya untuk melamar putrinya, untuk dinikahkan dengan putranya yaitu Al-Walid. Akan tetapi sa’id menolak lamarannya.
Hingga dikatakan “mengapa engkau menolak lamaran khalifah? Apakah engkau seorang yang tertipu ? Mengapa engkau menolak khalifah yang sedang memegang tambuk kepemimpinan dan yang mengurus kaum muslimin di ujung timur dan barat?”
Benar, karena Sa’id bin Al Musayyib khawatir putrinya akan terkena fitnah kekuasaan dan kepemimpinannya.
Hari-haripun berlalu. Salah seorang murid Sa’id bin Al-Musayyib yang bernama Katsir Bin Abi Wada’ah berkata: ”dahulu aku selalu duduk belajar di majelis Sa’ad Bin Al Musayyib. Lalu dia merasakan ketidakhadiranku selama beberapa hari. Ketika aku menemuinya, beliau bertanya, “di mana saja kamu?” Aku menjawab , “istriku meninggal sehingga aku harus mengurusnya” Beliau berkata, “mengapa kamu tidak memberitahu kami sehingga kami bisa ikut mengurus jenazahnya?”
Kemudian beliau berkata “Apakah kamu sudah mendapatkan istri lagi?” Aku Menjawab: ”semoga Allah marahmatimu, siapa orangnya yang mau menikahkan aku, sedangkan aku tidak memiliki harta kecuali hanya sejumlah dua atau tiga dirham?” beliau menjawab:”Aku”. Aku bertanya: “Apakah engkau akan benar-benar melakukannya?” Beliau menjawab “benar.” Katsir berkata , “kemudian Sa’id bertahmid dan bershalawat atas nabi, beliau menikahkan putrinya kepadaku dengan mahar dua atau tiga dirham.”
Demikianlah seorang alim dari kalangan ulama Islam. Seorang khalifah melamar putrinya tetapi ia menolaknya. Kemudian ada salah satu muridnya yang miskin, tidak memiliki harta sama sekali kecuali hanya dua atau tiga dirham , beliau tawarkan putrinya dengan sekali tawaran.
Kemudian Katsir bin Abi Wada’ah melanjutkan: “ Aku pun bangkit dalam keadaan tidak tau apa yang akan kulakukan karena sangat bahagia. Aku kembali kerumahku. Aku berfikir kepada siapa aku akan berhutang. Aku menunaikan sholat magrib kemudian aku kembali ke rumahku. Pada hari itu aku sedang sendirian dengan berpuasa. Aku hidangkan makan malamku untuk berbuka, yaitu roti dan minyak zaitun. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku. Aku bertanya “siapa?” orang yang mengetuk menjawab :”said”
Aku mengingat-ngingat siapa saja yang namanya sa’id kalau bukan Ibnul Musayyib, padahal beliau selama 40 tahun tidak pernah terlihat kecuali bolak-balik antara rumah dan masjidnya. Aku keluar dan ternyata benar sa’id bin Al Musayyib. Aku mengira bahwa sudah jelas baginya siapa orang lain yang lebih pantas untuk putrinya.
Aku katakan : “wahai Abu Muhammad (kunyah Sa’id bin Al Musayyib), mengapa engkau tidak mengirim utusan kepadaku lalu aku yang mendatagimu?” beliau menjawab :” tidak. Kamu lebih berhak untuk didatangi. Kamu pernah menjadi bujangan kemudian kamu menikah. Aku tidak suka kamu bermalam sendirian. Inilah istrimu”
Ternyata wanita itu sudah berdiri dibelakang Sa’id. Lalu Sa’id memegang tangan putrinya dan menyerahkan putrinya di depan pintu. Kemudian pintu ditutup dan perempuan itu terjatuh karena malu. Lalu aku pastikan pintu tertutup dan aku pindahkan piring pada bayang-bayang lampu agar tidak terlihat olehnya.
Aku masih mendiamkannya selama tiga hari, kemudian akupun mendekatinya. Ternyata ia adalah wanita paling cantik, orang yang paling hafal Al-Qur’an dan paling mengetahui sunnah Rasulullah dan paling mengetahui tentang hak-hak suami.

Majalah Akhwat halaman 74-76

Tidak ada komentar: